Keteguhan Ibunyai Suwarni dan Abahyai Thohir

Aida Hudiya


Saatku pertama kali menginjakkan kaki di Pondok Pesantren THIBBIL QULUB ASSIMBANI, aku merasa terkejut karena biasanya di pondok- pondok lain pak yai yang sibuk mengurusi urusan-urusanya disini pak yai sangat perhatian kepada santriwan-santriwatinya.Ibu nyai yang biasanya hanya dikamar dan dilayani,di sini ibu nyai memasak untuk makan santri-santrinya.
             Saatku pertama kali di sini aku sakit,saatku sakit ibu nyai lah yang merawatku,saat itu aku kepingin banget pulang.Tapi kata pak yai ’’jangan pulang ini cobaan’’ dan aku menuruti apa kata pak yai.Keesokan harinya atau hari keduanya aku nangis terus,karena pingin pulang nggak betah disini.Akhirnya aku dibikinin air do’a oleho pak yai.
              Beberapa hari kemudian,MOS [Masa Orientasi Siswa] pun berlangsung,saat MOS kami disuruh membawa’’Nasgersam Sipok Pincok’’ itupun yang membuat ibu nyai Suwarni,kami hanya tinggal membawanya saja.
              Setelah seminggu atau dua minggu aku disini aku di tengokin orang tuaku,orang  tuaku membawa bantal,jajan,dan lain-lain.Dan tidak lupa membawa seragamku yang baru.Setelah beberapa disini kamipun membentuk piket masak,aku satu kelompok sama Kak Rani,Kak Nava,Lira,dan Eka.Kami dapat bagian piket masak hari Rabu,piket harian hari Sabtu dan piket dandang hari Selasa.
             Saat pertama kali piket masak hari Rabu aku masih malu-malu.Tapi ibu bilang’’nggak papa masih baru ntar kalau udah terbiasa enak kok’’,aku menjadi semangat.Saat itu juga aku di nasehati oleh ibu untuk tidak melawan kakak kelas, menjaga adab dan lain-lain.Ibu selalu menasehati kami untuk hidup mandiri,tidak ketergantungan terus dengan orang tua.Harus bisa membanggakan orang tua,dan membawa nama baik pondok pesantren Thibbil Qulub Assimbani.
               Hari sudah berlalu,pada tanggal 29 Oktober 2018 hari Senin  kami mendapat kabar dari Semarang bahwa ibu nyai Suwarni meninggal dunia.Kami semua tidak mengira karena ibu nyai tidak mengidap penyakit apa-apa.Saat santri-santrinya diberitahu bahwa ibu Suwarni telah meninggal dunia semuanya pada kaget dan menangis,langsunglah para santri mengirimkan surat yasin dan tahlil kepada beliau.
                Jenazah ibu nyai Suwarni dibawa pulang dari Semarang,jenazah beliau sampai di pondok pada pukul kurang lebih 10.00,jenazah beliau akan di makamkan pada pukul 04.00 sore.Jenazah beliau di sholati di masjid Jami’ Simbang Wetan,yang di imami oleh Mbah yai Nur Kholis dari Kendal yang merupakan kyainya Abah yai Thohir.
                  Sebelum meninggalnya Ibu pada hari Rabu tanggal 24 Oktober 2018,saat aku piket masak,aku dan kak Nava disuruhmembersihkan dapur.Aku dan kak Nava menemukan garam,garam itu sangat berat dan kata ibu itu untuk pengusir setan.Saat itu ibu menitip garam itu kepada aku dan kak Nava,ibu bilang’’Neng ibu nitip  garam ini ntar kalau ibu udah nggak ada bilang sama Mas Afif garamnya ibu taruh sini’’.Omongan ibu sudah nglantur sejak hari itu,tapi kami semua tidak merasakan akan hal itu.
                 Kami semua sangat sedih akan kepergian beliau yang meninggalkan para santri-santrinya.Kami semua terus mengeluarkan air mata yang bercucuran karena beliau adalah sosok ibu nyai yang tangguh,sabar,tegar dan mempunyai semangat tinggi.Sampai sekarang pun kami masih merasakan kehadiran beliau disamping kami.Kami akan terus menyayangi dan mencintai beliau dengan tulus sama halnya saat beliau memasakkan makanan untuk kami,do’a para santri akan terus mengalir untuknya.Namanya akan selalu terselip didalam do’a kami.
                 Semoga engkau bahagia disana ,mendapatkan tempat yang terbaik disisinya.Semoga kami bisa bertemu dan bisa berkumpul diyaumui qiyamah nanti.AMIN




I love ibu pondok

Posting Komentar

0 Komentar